Pengurus Kagama Jateng Pengurus Kagama Jateng

Sarasehan Budaya Jepara: Dulu Kini dan Akan Datang

kagama-jepara

Ironi, Pilkada Selalu Hadir Sebagai Musibah Periodik.
Satu hal ironis, di satu sisi memilih pemimpin adalah hal yang baik dan penting serta diwajibkan oleh agama, tetapi masyarakat yang agamis ini, Pilkada langsung hadir sebagai musibah periodik. Pada masa pilkada sering terjadi ketegangan yang luar biasa tinggi.  Ketegangan itu mengancam kerukunan dan kebersamaan.  Usaha kami untuk mengusahakan kemaslahatan bersama itu menjadi berantakan gara-gara program politik demokrasi, pilkada langsung.

Hal itu disampaikan Bapak Profesor Purwo Santoso dalam Sarasehan Budaya: Jepara dulu, kini dan yang akan datang, tanggal 10 September 2016 di Pendopo Kabupaten Jepara. Sarasehan ini menghadirkan juga Bapak Dr. Arief Akhyat dan Dr. Ahmad Uzair.

"Problemnya adalah ketika kita ngomong demokrasi lalu kita yang hadir adalah ego individu, ego yang sifatnya segmental, sehingga kolektifitas kebersamaan rakyat itu terabaikan, karena ego masing-masing orang itu beradu untuk berebut menang. Sehingga kerakyatan itu hilang oleh nafsu kemenangan." Begitu lanjut pak Purwo.

Demokrasi adalah kontrol publik, sehingga publiklah yang melakukan kontrol. Tetapi publik itu itu hilang, tetapi yang ada adalah aku kecil. Bukan aku bersama. Dorongan untuk mengusahakan kemaslahatan bersama hilang karena karena kartu suaranya dijual kepada kontestan. Sehingga transaksi itu sah kalau kita memperlakukan diri kita sebagai tubuh individu, tapi kehilangan naluri publiknya. Transaksi itu adalah pelacuran naluri publik.

Secara keagamaan kita dianjurkan untuk memilih pemimpin tapi yang senyatanya terbukti terpilih di mana-mana itu adalah yang punya kekuatan untuk membeli suara. Sehingga pemilihan pemimpin itu terjebak di dalam proses legitimasi para pemenang.

Pak Purwo Santoso mengusulkan, lapis masyarakat terdidik kagama jepara  punya peranan strategis untuk mengawal pilkada, memastikan pertarungan politik itu dalam koridor kepantasan. Selain itu untuk menjaga kebersamaan dan akal sehat demi kemaslahatan bersama. Sehingga keharusan melakukan kontestasi tidak menghasilkan mudhorot atau keburukan.

Untuk melakukan itu, kagama jepara  perlu membangun jejaring.  Jejaring orang yang punya nurani, punya keinginan agar  hidupnya lebih bermanfaat,  jejaring dari orang dari berbagai agama, universitas dan almamater. Dan untuk mengawal itu semua, saya kira harus ada tim yang bekerja cukup keras,  membentuk sekretariat, untuk melakukan hal teknis untuk orang banyak.

kagama-jepara

Jepara Dulu
Di masa lalu Jepara memiliki tokoh-tokoh yang merawat naluri public. Ratu Shima dikenal sebagai konsolidator politik pertama nusantara. Tidak gampang mengkonsolidasikan masyarakat tanpa inisiatif yang memberikan manfaat bagi orang banyak, sehingga masyar akat mendukung.  Ratu Kalinyamat bersama Pangeran Sabrang Lor punya inisiatif untuk melindungi tidak Cuma jepara tetapi juga nusantara. Itu menunjukkan mereka berpikir melampaui diri dan melampaui jamannya, demi kemaslahatan masyarakat lebih luas.

Dengan adanya orang-orang yang berpikir untuk kebersamaan itulah maka dimungkinkan terbukanya ruang-ruang dalam pertanian, industry, kesenian, dan ekonomi. Sehingga sebagaimana dikatakan Dr. Arief Achyat pada  zaman Belanda, Jepara telah menjadi pusat perdagangan dunia.  Jepara menjadi simpul perekonomian maritime. Komoditas yang berkembang di Jepara adalah padi gula kopi, tenun, rokok.  Jepara pada masa Belanda tergolong kota paling maju ke enam setelah Pasuruan, Begelen, Besuki, Pekalongan, dan  Probolinggo. (A. Booth, 1995).

Perkembangan ekonomi pada era kolonial itu memang tidak diikuti dengan  pemerataan.  Terutama lantaran elit local melakukan monopoli dan konsetrasi lahan. Namun muncul tokoh-tokoh hendak mengkoreksi, antara lain RA Kartini. Sosrokartono juga melakukan kaderisasi pergerakan nasional sebagai koreksi atas ketimpangan tersebut.

Masa lalu jepara, walaupun sempat mengalami  ketimpangan, tetapi masih ada kalangan masyarakat yang merawat naluri public dan maslahah.

Untuk mengoperasional naluri public,  Dr. Ahmad Uzair mengetengahkan lontaran gagasan dan pertanyaan untuk penelitian modal sosial. Modal sosial itu adalah organisasi sosial nilai-nilai kebersamaan, kepercayaan  yang memungkinkan terjadinya kerjasama dan koordinasi yang saling menguntungkan.

Penulis: Nasir Syar'an, Kagama Jepara.

No comments:

Situs KAGAMA JATENG dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi dan/ kegiatan yang bermanfaat. Bagi yang ingin berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman dapat mengirimkan artikel atau tulisan ke form "KIRIM URL ARTIKEL" dengan menyertakan nama penulis.